Ketika sang mentari mulai terbit, dan burung-burung berkicau. Ku buka jendela kamarku dan kupandangi luasnya langit biru dan putihnya awan bagaikan gumpalan kapas yang beterbangan di angkasa.
Aku selalu berharap, suatu saat nanti aku bisa berada di tempat yang paling tinggi. Namun aku sadar, tidak mudah bagiku untuk bisa mencapai tempat tertinggi. Seperti tangga, seseorang tidak mungkin langsung bisa berada di lantai ke dua tanpa melewati anak tangga satu per satu terlebih dulu, hingga akhirnya ia pun sampai di tempat tertinggi.
Dalam setiap ujian hidup yang ku terima, aku selalu berharap, aku bisa seperti dinding yang selalu bisa berdiri kokoh dalam menghadapi berbagai ancaman yang datang. Tahanya dinding tembok terhadap berbagai ancaman yang datang, menjadikan cerminan bagiku untuk selalu tegar dan kuat dalam menghadapi lika-liku kehidupan.
Kegetiran hidup tak menyurutkan perjuangan Naomi Setiono yang berusia 46 tahun dalam menjalan kesehariannya. Dengan berapi-api, lelaki sederhana ini menuturkan kisah hidupnya yang diawali sebagai pengemis, penjual kresek di pasar, kuli panggul, kernet bus antar kota , dan akhirnya menjadi pengusaha. “Semua ini karena kebaikan Tuhan, aku bersyukur atas perbaikan hidup yang aku alami.” Ujarnya.
Bila bercermin ke belakang, tak ada bedanya aku dan tempat sampah. Dulu aku hanyalah seorang pengecut, yang selalu takut menghadapi persaingan hidup ini, dan akhirnya menjadi sampah masyarakat. Penyesalan selalu datang terlambat, aku pun berfikir. Aku tak mungkin terus seperti tempat sampah yang bau, kotor, dan tidak diperdulikan orang.
Seiring berjalannya waktu,kehidupanku berangsur membaik. Kini ku bisa lebih menghargai waktuku yang tersisa untuk memperbaiki kehidupanku ini dengan membaca buku yang dapat menambah wawasanku. Karena aku tahu, membaca adalah kunci untuk meraih kesuksesan.
Hingga akhirnya, aku pun berhasil meraih apa yang menjadi harapanku selama ini, yaitu memperoleh suatu penghargaan berupa piala yang akan terus menjadi pemicu bagiku agar bisa tetap terus berjuang.
Kelompok Cynematography
Damayanti Utami ≈ Tangga
Samsi Arifin ≈ Buku
Hani Nur Fauziyani ≈ Dinding
Neng Wulansari Dewi ≈ Tempat Sampah
Rina Apriani ≈ Piala
Asep Sa’ban ≈ Awan
SKENARIO
Naomi (46) pergi ke kota untuk mengadu nasib agar lebih baik. Namun kenyataan berkata lain, di kota ia hanya menjadi pengemis dan bahan cemoohan orang.
ADEGAN 1
(Datang ke sebuah rumah makan untuk mencuri makanan ketika penjaganya tidak ada)
Rina : (ke belakang sambil bernyanyi kecil)
Pengemis : (Masuk perlahan-lahan dengan kaki pincang,
setelah di dalam melihat ke kiri-ke kanan, ke
arah tempat kue-kue, kemudian menuju rak
rengan langkah biasa, tangannya membuka tutup
stoples hendak mengambil kue)
Rina : (datang dari belakang)Hai!
Pengemis : (cepat menarik tangannya)
Rina : Kamu mau mencuri, ya?
Pengemis : (menundukkan kepala)
Rina : Hampir tiap kamu datang ke sini, kamu kuberi
uang. Tak nyana, kalau sekarang berani datang
dengan maksud mencuri.
Pengemis : Ampun, Nona, ampun. Saya tidak akan mencuri
kalau saya punya uang.
Rina : Bohong!
Pengemis : Sejak kemarin saya belum makan.
Rina : Mau bersumpah, kalau kamu tidak akan mencuri
lagi?
Pengemis : Demi Allah, saya tidak akan mencuri lagi, Nona.
Asal ...
Rina : Tidak. Aku tidak akan memberi lagi uang padamu.
Pengemis : (sedih)Ah, Nona, kasihanilah saya.
Rina : (mengambil uang dari laci meja) Awas, kalau
sekali lagi kamu mencuri!
Pengemis : (diam menundukkan kepala)
ADEGAN 2
Samsi : (masuk menjinjing tas kulit , melihat kepada
pengemis) kenapa dia dibiarkan masuk?
Rina : Hendak saya beri uang.
Pengemis : Tak perlu! Pemalas biar mati kelaparan, padahal
dia disini hanya mengotori tempat saja.
Rina : (melemparkan uang kepada pengemis) nih! Cepat
pergi.
Pengemis : Terima kasih, Nona. Moga-moga Nona panjang
umur.
Samsi : Cepat pergi dan jangan datang lagi ke sini!
Pengemis : (pergi ke luar dengan kaki pincang)
ADEGAN 3
Singkat cerita, orang tuanya memintanya kembali ke kampung. Karena takut terjadi apa-apa dengan orang tuanya, Naomi pun pulang ke kampung halamannya.
Naomi : (diam di depan teras rumahnya sambil meratapi
nasibnya yang hanya menjadi sampah
masyarakat)
Ibu Naomi : Kamu kenapa? Dari tadi melamun terus.
Naomi : Sudah bertahun-tahun aku mencari pekerjaan,
namun sampai saat ini belum ada hasilnya.
Ibu Naomi : (tersenyum) Tetaplah berusaha, dan yakinlah
kalau kamu bisa.(meninggalkan Naomi)
Mendengar perkataan ibunya, Naomi pun berfikir untuk menyalurkan keahliannya dalam bidang seni yaitu melukis.
Naomi : (membuat sebuah lukisan dan mencoba menjualnya
ke gallery lukisan)
Ketika di pajang, lukisan karya Naomi banyak di minati oleh para pecinta lukisan dan akhirnya Naomi pun dapat menjadi seseorang yang lebih dihargai oleh orang-orang di sekitarnya.
PEMERAN
Asep Sa’ban sbg Naomi
Rina Apriani sbg Penjaga Rumah Makan
Samsi Arifin sbg Pemilik Rumah Makan
Hani Nur Fauziyani sbg Ibu Naomi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar